Intermezzo
Hari ini memutuskan kembali menulis jurnal. rasa-rasanya sudah lama tidak menuangkan pikiranku ke tulisan. Semenjak bapak meninggal 3 tahun sudah aku menjadi orang sok sibuk, mengurusi usaha dan urusan urusan dapur lainnya. Lumayan melelahkan dan banyak jenuhnya. Juga akhirnya punya pacar untuk 1.5 tahun, namanya Nurmala atau panggilanku dengannya Malaga, kemudian putus karena ternyata memang LDR itu sangat sangat tidak jelas. Dia di bogor aku di muara badak, beda pulau. Bertemu cuman dua kali setahun. Yah, kenal juga dengan satu dua perempuan menarik. Dekat tapi tidak pernah lebih.
Mungkin itu saja update kehidupan. Terlalu banyak hal yang terjadi sampai aku lupa apa saja. Yang mungkin paling terasa adalah sekarang aku menjadi 'bos', setidaknya begitu aku sering dipanggil sekarang setelah melanjutkan usaha bapak, menyuplai udang tiger untuk pabrik. Terkadang semua hal berkaitan dengan itu cukup banyak menyita waktu dan pikiran, tidak benar2 melelahkan secara fisik karena kerjaanku hanya duduk di warung, yang juga harus kuwariskan karena kakakku tidak mau menjaga warung.
Hari ini aku berpikir tentang suatu hal. atau mungkin bisa dibilang belakangan ini aku menyadarinya. Berawal dari undangan fuang tibe untuk mengantar teman karibku sedari kecil, taufiq, untuk melamar calonnya. Entah kenapa saat ikut ke sana aku merasakan perasaan aneh yang tidak langsung aku mengerti. Seperti ada lubang di hatiku yang aku tidak tahu datang darimana. Hingga akhirnya aku sadari ternyata itu perasaan sedih akan hidupku sendiri. Aku tidak sama sekali sedih soal teman karibku yang akhirnya akan menikah, karena sebetulnya aku juga tidak begitu dekat. Justru aku sedih karena aku melihat kehidupanku berlalu begitu saja saat orang orang di sekitarku akan memiliki kehidupannya sendiri, setidaknya masa depannya jadi lebih jelas. Sementara aku disini selama ini hanya diam membiarkan hidupku berlalu begitu saja. Itulah kesialanku, atau kebodohanku yang baru aku sadari setelah selama ini. Setelah merasa sedih aku jadi marah. Goblok! kok aku bego?! harus selama itu baru aku sadar kalau hidupku sia-sia. Tapi justru karena itu aku sekarang bersyukur, Allah, lewat hambanya fuang tibe, membawaku ke momen kesadaran ini. Sekarang aku jadi tahu harus apa. Bensinku sudah penuh lagi, jadi aku harus mulai menegaskan banyak hal.
Aku membuat peraturan baru soal jam kerja dan kedisiplinan, siapapun yang terlambat dari waktu yang ditentukan akan mendapatkan denda. Semuanya patuh, karena tidak mau gajinya dipotong. Lalu aku juga membuat peraturan soal kebersihan gudang, harus bersih pokoknya gudang. Semuanya lancar, setidaknya sampai ini ditulis. Aku merasa semuanya harus mulai berubah, termasuk diriku. Mulai dari hal yang kecil, yang mana kemudian aku pahami, yaitu tema.
Dalam menciptakan ekosistem kerja atau lingkungan yang kita mau, sebagai pemimpin satu hal pertama yang harus ditegaskan adalah tema. Sama halnya seperti cerita, sebelum menulis cerita kita harus menentukan dulu temanya tentang apa, seperti apa cerita itu. Kalau tidak, kita sendiri akan tersesat dalam cerita itu. Kita harus tau suasana apa yang ingin kita ciptakan.
Tema. Sangat sederhana tapi entah kenapa hampir semua orang lupa. Intinya, kamu mau apa? Kamu mau bikin cerita, tentang apa? Kamu bikin suasana kerja, yang seperti apa? Sesederhana itu, tapi jarang sekali dibahas. Mungkin hal ini kembali ke persoalan diri dan bagaimana beracunnya posisi pemimpin. Terkadang kita tidak tahu, atau mungkin belum tahu, kita sedang di posisi apa karena tingginya penghalang antara pemimpin dan pekerjanya. Hal ini akan kubahas di lain waktu. Mungkin yang jadi persoalan adalah itu, aku terlalu terpaku bagaimana caranya mencapai langit tapi aku sendiri belum belajar caranya terbang. Untuk terbang tidak hanya butuh sayap, tapi juga butuh pengalaman, latihan, pengetahuan akan arus gerak angin, keberanian, dan bahkan keberuntungan. Untuk mencapai tempat yang tinggi, harus tahu dulu, kenapa kita mau kesana. Untuk tahu, kita mesti berkaca dulu, bertanya siapa diri kita sebenarnya. Karena hidup akan berlalu begitu saja, tanpa pernah bisa diminta untuk berhenti. Diamku yang lalu membuatku sadar sekarang.
Mungkin itu saja update kehidupan. Terlalu banyak hal yang terjadi sampai aku lupa apa saja. Yang mungkin paling terasa adalah sekarang aku menjadi 'bos', setidaknya begitu aku sering dipanggil sekarang setelah melanjutkan usaha bapak, menyuplai udang tiger untuk pabrik. Terkadang semua hal berkaitan dengan itu cukup banyak menyita waktu dan pikiran, tidak benar2 melelahkan secara fisik karena kerjaanku hanya duduk di warung, yang juga harus kuwariskan karena kakakku tidak mau menjaga warung.
Hari ini aku berpikir tentang suatu hal. atau mungkin bisa dibilang belakangan ini aku menyadarinya. Berawal dari undangan fuang tibe untuk mengantar teman karibku sedari kecil, taufiq, untuk melamar calonnya. Entah kenapa saat ikut ke sana aku merasakan perasaan aneh yang tidak langsung aku mengerti. Seperti ada lubang di hatiku yang aku tidak tahu datang darimana. Hingga akhirnya aku sadari ternyata itu perasaan sedih akan hidupku sendiri. Aku tidak sama sekali sedih soal teman karibku yang akhirnya akan menikah, karena sebetulnya aku juga tidak begitu dekat. Justru aku sedih karena aku melihat kehidupanku berlalu begitu saja saat orang orang di sekitarku akan memiliki kehidupannya sendiri, setidaknya masa depannya jadi lebih jelas. Sementara aku disini selama ini hanya diam membiarkan hidupku berlalu begitu saja. Itulah kesialanku, atau kebodohanku yang baru aku sadari setelah selama ini. Setelah merasa sedih aku jadi marah. Goblok! kok aku bego?! harus selama itu baru aku sadar kalau hidupku sia-sia. Tapi justru karena itu aku sekarang bersyukur, Allah, lewat hambanya fuang tibe, membawaku ke momen kesadaran ini. Sekarang aku jadi tahu harus apa. Bensinku sudah penuh lagi, jadi aku harus mulai menegaskan banyak hal.
Aku membuat peraturan baru soal jam kerja dan kedisiplinan, siapapun yang terlambat dari waktu yang ditentukan akan mendapatkan denda. Semuanya patuh, karena tidak mau gajinya dipotong. Lalu aku juga membuat peraturan soal kebersihan gudang, harus bersih pokoknya gudang. Semuanya lancar, setidaknya sampai ini ditulis. Aku merasa semuanya harus mulai berubah, termasuk diriku. Mulai dari hal yang kecil, yang mana kemudian aku pahami, yaitu tema.
Dalam menciptakan ekosistem kerja atau lingkungan yang kita mau, sebagai pemimpin satu hal pertama yang harus ditegaskan adalah tema. Sama halnya seperti cerita, sebelum menulis cerita kita harus menentukan dulu temanya tentang apa, seperti apa cerita itu. Kalau tidak, kita sendiri akan tersesat dalam cerita itu. Kita harus tau suasana apa yang ingin kita ciptakan.
Tema. Sangat sederhana tapi entah kenapa hampir semua orang lupa. Intinya, kamu mau apa? Kamu mau bikin cerita, tentang apa? Kamu bikin suasana kerja, yang seperti apa? Sesederhana itu, tapi jarang sekali dibahas. Mungkin hal ini kembali ke persoalan diri dan bagaimana beracunnya posisi pemimpin. Terkadang kita tidak tahu, atau mungkin belum tahu, kita sedang di posisi apa karena tingginya penghalang antara pemimpin dan pekerjanya. Hal ini akan kubahas di lain waktu. Mungkin yang jadi persoalan adalah itu, aku terlalu terpaku bagaimana caranya mencapai langit tapi aku sendiri belum belajar caranya terbang. Untuk terbang tidak hanya butuh sayap, tapi juga butuh pengalaman, latihan, pengetahuan akan arus gerak angin, keberanian, dan bahkan keberuntungan. Untuk mencapai tempat yang tinggi, harus tahu dulu, kenapa kita mau kesana. Untuk tahu, kita mesti berkaca dulu, bertanya siapa diri kita sebenarnya. Karena hidup akan berlalu begitu saja, tanpa pernah bisa diminta untuk berhenti. Diamku yang lalu membuatku sadar sekarang.